Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengalokasikan Rp31 triliun untuk memuluskan penggunaan B35 mulai 1 Februari 2023. Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan hal tersebut sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) lembaganya. Ia menjelaskan fungsi BPDPKS adalah membayar selisih harga indeks pasar (HIP) antara solar dan biodiesel yang ada. Jika harga biodiesel lebih tinggi dari solar, maka subsidi diberikan melalui BPDPKS alias badan tersebut yang membayar.
Eddy menyebut jika selisih antara harga solar dan biodiesel di pasar tinggi, alias harga biodiesel lebih mahal, maka dana yang digelontorkan BPDPKS membengkak, seperti yang terjadi di 2021. Eddy menuturkan pengeluaran BPDPKS pada 2021 menembus Rp51 triliun. Hal itu disebabkan harga fatty acid methyl esters (FAME) atau biodiesel meningkat tajam, sedangkan di sisi lain harga solar turun. Sementara itu, Eddy menyebut ada perbedaan sejak Juli 2022. Ia menuturkan bahwa harga solar naik dan harga biodiesel relatif lebih rendah. Oleh karena itu BPDPKS sejak Juli-Desember (2022) lalu tidak membayar (selisih HIP) karena memang tidak ada selisihnya.
Meski begitu, Eddy mengatakan bahwa Januari 2023 ini terlihat harga biodiesel tampak bergerak lebih tinggi dari solar. Hanya saja, selisih HIP tidak terlalu besar. Sebab itu, ia yakin tidak akan terjadi fluktuasi harga yang terlalu ekstrem. Kami sudah memproyeksikan dengan penyaluran 13,15 juta KL, anggaran atau dana yang diperlukan itu kurang lebih Rp30 triliun sampai Rp31 triliun.