Banjir yang mengepung Kota Semarang sejak Rabu malam hingga sepanjang Kamis, 13-14 Maret 2024, dinilai bukan hanya karena cuaca hujan ekstrem. Cuaca ekstrem hanyalah satu komponen dari banyak faktor yang memicu banjir di Kota Semarang. “Sangat jarang yang kemudian melihat secara holistik penyebab terjadinya banjir,” ujar pakar perencanaan wilayah dan kota di Universitas Islam Sultan Agung Kota Semarang, Mila Karmila. Mila melihat, kini setiap kali terjadi banjir sering dikaitkan dengan faktor cuaca ekstrem yaitu curah hujan melebihi normal. Padahal, persoalan banjir seharusnya dilihat dari hulu ke hilir sehingga penanganannya akan terintegrasi. Jika di hulu yang merupakan kawasan tangkapan air, namun saat ini fungsinya sudah banyak berubah dengan banyaknya bangunan. Perubahan guna lahan terbangun di Kota Semarang selama 20 tahun mengalami peningkatan dari 20 persen pada 2009 menjadi 50 persen sepuluh tahun kemudian. Sebaliknya untuk lahan non terbangun, dari 80 persen pada 2009 menjadi 50 persen pada 2019. Artinya kawasan tangkapan air berubah sehingga tidak ada lagi daerah resapan jika terjadi curah hujan tinggi, sehingga yang terjadi kemudian adalah air limpasan akan langsung mengalir ke kawasan di bawah. Lantas berakibat luapan air yang tidak dapat ditampung baik oleh saluran drainase maupun badan air seperti kanal banjir barat atau timur.
Kota Semarang disebutnya merupakan daerah yang berkontur, memiliki wilayah pesisir serta dataran tinggi. Kondisi itu, seharusnya menuntut perencanaan tata ruang berbasis bencana. Kawasan bawah atau pesisir harus diperhatikan terlebih karena ketinggian muka tanah kini di bawah muka air. Pembangunan yang masif akan semakin memperparah penurunan tanah dan akibatnya pada luapan air laut ke daratan juga menjadi semakin mudah. Dia menyarankan, pengendalian pembangunan di kawasan pesisir memperhatikan daya dukung dan daya tampung. Sehingga permasalahan yang seringkali terjadi seperti banjir dapat diantisipasi bahkan dihentikan. Banjir yang melumpuhkan Kota Semarang bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya banjir serupa langganan terjadi. Hampir setiap musim penghujan datang disertai adanya banjir. Sementara ketika kemarau wilayah pesisir kerap direndam rob atau luapan air laut yang pasang.