Boeing akhirnya mengakui kesalahan mereka atas kecelakaan Lion Air 2018 lalu dan mereka terancam denda US$487 juta atau Rp7,9 triliun (asumsi kurs Rp16.270 per dolar AS). Ini terkait dengan dua kecelakaan pesawat Boeing 737 Max beberapa tahun silam. Selain peristiwa maut di perairan Karawang pada 2018, kecelakaan juga menimpa Ethiopian Airlines di 2019. Keluarga korban menentang pengakuan dosa Boeing agar perusahaan itu tak dituntut lebih lanjut. Pasalnya, pihak korban menuntut lebih banyak dari potensi putusan denda, yakni US$24,8 miliar atau Rp403 triliun.
Paul Cassell selaku profesor hukum di University of Utah yang mewakili banyak keluarga korban mengkritik putusan tersebut. Ia mengatakan aksi penghindaran tuntutan dari Boeing tak sebanding dengan nyawa 346 orang yang hilang dalam dua kecelakaan maut di Indonesia dan Ethiopia. “Kesepakatan yang menipu dan murah hati ini jelas tidak untuk kepentingan umum,” tegas Paul, dikutip dari CNN Business, Senin (8/7).
Di lain sisi, pernyataan singkat Boeing mengamini bahwa mereka sudah mencapai kesepakatan dengan Departemen Kehakiman AS. Pabrikan pesawat itu mengatakan resolusi dari kasus ini dicapai dengan syarat serta persetujuan atas ketentuan tertentu. Selain membuat ratusan orang tewas, operasional Boeing 737 Max juga dianggap menipu Pemerintah AS. Khususnya, ketika Boeing mengecoh Federal Aviation Administration (FAA) selama proses sertifikasi pesawat. Pesawat yang mulai beroperasi pertama kali pada 2017 itu langsung mengalami dua kecelakaan fatal. Ini terjadi berurutan, yaitu di Indonesia pada 2018 dan Ethiopia di 2019. “Investigasi mengungkap adanya cacat desain pada sistem auto-pilot. Boeing telah mengakui bertanggung jawab atas kecelakaan fatal tersebut, dan karyawannya yang menyembunyikan informasi tentang cacat desain dari FAA selama sertifikasi,” tulis laporan tersebut.