BI Ungkap RI Masih Kebal dari Efek Kolaps SVB dan Krisis Credit Suisse

Bank Indonesia (BI) percaya diri Indonesia tidak akan terdampak besar oleh kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) dan krisis Credit Suisse. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter (DKEM) BI Firman Mochtar menegaskan ada dua faktor mengapa kebangkrutan SVB tak akan berdampak pada RI. Pertama, kecilnya eksposur sektor keuangan RI ke SVB. Kedua, industri perbankan Indonesia cukup kuat yang tergambar dari besarnya jumlah modal. Namun, BI tetap bakal mencermati dampak kebangkrutan perbankan AS yang berpotensi melebar ke banyak sektor, khususnya finansial.

Firman mengatakan BI melakukan stress test menyikapi gejolak perbankan-perbankan luar negeri. Tujuannya melihat seberapa kuat perbankan Tanah Air, dilihat dari segi portofolio hingga aset yang dipengaruhi berbagai indikator ekonomi makro. Perhatian Gubernur BI Perry Warjiyo adalah memitigasi perilaku berlebihan selepas kasus SVB hingga Credit Suisse, termasuk penempatan dana di Indonesia. Firman mengatakan BI bakal memitigasi ketidakstabilan, baik di pasar valuta asing (valas) hingga keuangan. Kasus kebangkrutan perbankan AS menimbulkan kegamangan penempatan dana, termasuk di negara berkembang. Jika tidak dimitigasi, hal ini berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan fenomena krisis Credit Suisse adalah masalah lama yang berulang. Menurutnya, kredit hingga investasi obligasi di bank tersebut bermasalah. “Diperparah dengan sentimen negatif yang terjadi akhir-akhir ini yang kemarin Saudi National Bank gak bisa tambah modalnya. Karena aturan otoritas Swiss di sana, asing hanya boleh sampai 10 persen, tidak bisa tambah lagi,” ungkap David.

Search