Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi inti akan meningkat hingga 4,15 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada tahun ini. Begitu pula dengan ekspektasi inflasi karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Agustus 2022 di Jakarta, Selasa (23/8), mengatakan inflasi harga pangan bergejolak atau volatile food juga semakin menguat karena tertekan dari sisi permintaan.
Perry memperkirakan inflasi indeks harga konsumen (IHK) akan meningkat pula menjadi 5,24 persen (yoy) pada akhir tahun ini, yang didorong oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, serta kesenjangan pasokan. Pada Juli 2022, inflasi IHK tercatat sebesar 4,94 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,35 persen (yoy). Inflasi kelompok volatile food tercatat sangat tinggi mencapai 11,47 persen (yoy) pada periode tersebut, yang terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan global dan terganggunya pasokan.
Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmi Radhi, mengatakan jika pemerintah bersikukuh menaikkan harga pertalite menjadi 10 ribu rupiah per liter dan solar menjadi 8.500 rupiah per liter sudah pasti menyulut inflasi. Kenaikan pertalite akan berkontribusi 0,93 persen terhadap inflasi, sedangkan solar diperkirakan 1,04 persen atau secara total mencapai 1,97 persen. Dengan inflasi Juli 2022 sudah mencapai 5,2 persen yoy maka inflasi akan mencapai 7,17 persen yoy jika harga BBM subsidi naik. Hal itu akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai dengan susah payah sebesar 5,4 persen.