Pandemi Covid-19 telah meninggalkan efek luka memar yang dalam pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan, untuk memulihkan luka tersebut, perlu kebijakan yang dikalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik oleh setiap negara, khususnya dalam mendorong produktivitas dan investasi, bersama dengan strategi di bidang ketenagakerjaan dan realokasi modal.
Untuk dampak normalisasi, negara berkembang perlu memperkuat daya tahan dalam menghadapi dampak proses normalisasi sehingga pemulihan ekonomi dan stabilitas tetap terjaga. Selain itu, kerja sama antarnegara juga perlu diperkuat, seperti melalui Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA), dan penggunaan Local Currency Settlement (LCS) secara lebih luas untuk mendukung promosi perdagangan dan investasi. Namun, ketidakpastian global seperti inflasi yang tinggi di sejumlah negara mempengaruhi normalisasi yang dilakukan negara maju. Dengan demikian, diperlukan kebijakan untuk menjaga persepsi pasar.
Sementara untuk mengatasi luka memar, strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong adanya langkah-langkah yang sinergis dan kolaboratif peran seluruh pihak. Dari sisi korporasi, kontribusi peran dilakukan melalui penguatan strategi bisnis dan perbankan melalui partisipasi kredit atau pembiayaan ke sektor riil. Sementara peran lembaga-lembaga yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ditempuh melalui kebijakan yang mendorong kredit pembiayaan untuk sektor prioritas. Adapun peran dari sisi pemerintah melalui program reformasi struktural dalam menyediakan iklim investasi yang kondusif, tata niaga, perpajakan, infrastruktur, digitalisasi keuangan dan implementasi UU Cipta Kerja.