Berharap Revisi Permendag Segera Diterapkan, Pedagang Pasar Kapasan Keluhkan Dampak Live Shopping Online

Maraknya penjualan online melalui e-commerce maupun live shopping di media sosial dan market place berdampak pada sepinya transaksi konvensional di sejumlah pasar tradisional, salah satunya yakni Pasar Kapasan, Surabaya. Pasar Kapasan yang sempat menjadi primadona terutama bagi para reseller pakaian, kini sepi pembeli tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini tentu berdampak pada pendapatan para penjual yang turun drastis. Misalnya pendapatan pedagang yang menjual tekstil seperti baju, celana, hingga kerudung yang bisa mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per hari, kini hanya memperoleh Rp 1 juta per hari. Penghasilan itu pun juga tidak tentu. Pedagang bahkan mengeluhkan tidak mendapatkan pembeli sama sekali. Para pedagang bahkan mengaku jika saat pandemi Covid-19, penjualan masih lebih untung, dibandingkan munculnya penjualan melalui online. Tidak hanya pedagang, kuli angkut juga merasakan dampaknya. Meski saat ini pemerintah akan melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, para pedagang berharap komitmen pemerintah tidak setengah-setengah dalam melarang penjualan di media sosial.

Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan akan meneken Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50 Tahun 2022. Zulkifli mengatakan kedepannya social commerce hanya diperbolehkan memfasilitasi promosi barang atau jasa. Selain itu, media sosial dilarang merangkap sebagai e-commerce, begitu pun sebaliknya. Menurutnya, pelarangan tersebut untuk mencegah penyalahgunaan data pribadi oleh media sosial. E-commerce tidak ada kaitannya dengan sosial media sehingga keduanya harus pisah. Sehingga algoritmanya tidak dikuasai semua, dan juga untuk mencegah penggunaan data pribadi.

Search