Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu dengan Ketua Dewan Direksi Japan Bank of International Cooperation (JBIC) dan Penasihat Khusus untuk Kabinet Jepang Tadashi Maeda di Jakarta, Kamis (21/9/2023). Ketiganya menyetujui pembentukan satuan tugas (task force) untuk pelaksanaan transisi energi dan infrastruktur terkait kerja sama Indonesia dan Jepang. Pada Juli 2023 , Airlangga dan Maeda sepakat mengusulkan pembentukan task force untuk mempercepat pengembangan transisi energi dan infrastruktur pendukung, terutama di kawasan Kalimantan. Struktur satuan tugas tersebut terdiri dari dewan pengarah (steering committee) dengan pengambil kebijakan setingkat menteri, kelompok ahli (expert group) yang dikelola pejabat senior Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian Indonesia, Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, serta JBIC. Satuan tugas itu melibatkan pejabat kementerian terkait dan korporasi.
Dalam pertemuan tersebut, dibahas pula beberapa sektor potensial, seperti pengembangan pembangkit tenaga air (hydropower plant) di Kayan, Kalimantan Utara untuk menggantikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Jawa. Ada pula pengembangan teknologi efisien untuk pembangkit listrik geotermal, carbon capture, utilization, and storage (CCUS), blue urea, serta revitalisasi kawasan gambut dengan teknologi Jepang. Airlangga menyatakan, pihaknya telah menugaskan jajarannya bersama JBIC dan METI untuk mendiskusikan detail teknis pembahasan isu tersebut. Ia melanjutkan, Jepang melalui JBIC dan METI menyediakan pendanaan untuk proyek-proyek kerja sama dalam task force tersebut dengan Green Innovation Fund sebesar 2 triliun yen setiap tahun atau sekitar Rp 207 triliun per tahun. “Pendanaan ini dapat membantu percepatan transisi energi di Indonesia,” tegas Airlangga.
Selain menyepakati pembentukan satuan tugas, Airlangga dan Maeda juga membahas Joint Crediting Mechanism (JCM) dan proyek-proyek potensial lainnya yang akan diimplementasikan di bawah Asia Zero Emission Community (AZEC). Skema JCM merupakan kerja sama yang paling memungkinkan antara Indonesia dan Jepang untuk memitigasi karbon. Dalam hal ini, JCM berperan penting dalam membantu merumuskan kebijakan nasional mengenai penetapan harga karbon. Lebih jauh, implementasi JCM juga mendorong sektor swasta untuk memperkuat kepercayaan diri dalam berpartisipasi terkait aksi iklim.
Saat ini, Indonesia berencana untuk meluncurkan pertukaran karbon yang memungkinkan berbagai jenis karbon untuk diperdagangkan. Dengan adanya dukungan dari Jepang terkait JCM, Indonesia dapat mengimplementasikan 54 proyek JCM dan melakukan setidaknya 150 studi kelayakan terkait program pengurangan emisi karbon. Pada kesempatan itu, pemerintah Jepang turut menyampaikan rencana pertemuan tingkat tinggi AZEC bersamaan dengan perayaan 50 tahun ASEAN-Jepang di Tokyo pada Desember 2023 dan meminta Indonesia untuk mendukung acara ini. Airlangga menyambut positif usulan tersebut dan akan menyampaikannya kepada kementerian/lembaga terkait.