Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan fenomena aneh terkait angka pengangguran yang berbanding terbalik dengan tingkat kemiskinan di Yogyakarta. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Vivi Yulaswati menyebut selama ini angka pengangguran daerah tersebut cukup rendah. Namun angka kemiskinan masih tinggi.
Vivi mengatakan hal itu rupanya berkaitan dengan masalah pendataan. Pasalnya, masyarakat yang hanya bekerja sekian jam saja dianggap sebagai pekerja. “Ini ternyata fenomena yang sekarang cukup banyak terjadi, seperti Yogyakarta. Terjadi karena penduduk bekerja satu jam dalam satu hari terakhir dianggap pekerja, bukan penganggur,” ujar Vivi dalam Seminar Nasional Transformasi Peradaban Bahari Menuju Indonesia Emas 2045 di Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Rabu (9/8). “Namun, pendapatan yang diterima bisa jadi sangat rendah, tidak sesuai upah minimum regional (UMR), dan belum memenuhi standar kehidupan layak. Jadi, dia jatuh miskin. Secara data tidak tercatat penganggur, jadi pengangguran rendah, tapi kemiskinan tinggi,” sambungnya.
Oleh karena itu, Vivi menyebut pemerintah punya pekerjaan rumah (PR) untuk memperluas kesempatan kerja dan kualitas pekerjaannya. Sayangnya, PR tersebut diiringi dengan banyaknya tantangan yang harus diselesaikan meski sudah ada industrialisasi hingga hilirisasi.