Presiden Bank Dunia, David Malpass, pada Rabu (25/5), menyatakan bahwa perang antara Rusia dan Ukraina telah berdampak pada kenaikan harga-harga pangan dan energi, serta ketersediaan pupuk, yang dapat memicu resesi global. Negara-negara berkembang semakin terpukul karena kekurangan pupuk dan stok makanan serta pasokan energi. Oleh karenanya, Kedaulatan pangan dan energi harus diperkuat terutama memanfaatkan energi hijau yang tidak rentan terhadap dinamika global.
Malpass mengatakan bahwa ekonomi Jerman yang terbesar keempat di dunia, telah melambat secara substansial karena harga-harga energi yang lebih tinggi. Belum lagi pengurangan produksi pupuk dapat memperburuk kondisi di tempat lain. Dijelaskan, ekonomi Ukraina dan Rusia sama-sama diperkirakan mengalami kontraksi yang signifikan, sementara Eropa, Tiongkok, dan Amerika Serikat (AS) mengalami pertumbuhan yang lebih lambat. Negara-negara berkembang pun semakin terpukul karena kekurangan pupuk dan stok makanan serta pasokan energi. “Gagasan harga energi dua kali lipat sudah cukup untuk memicu resesi dengan sendirinya,” kata Malpass.
Bank Dunia pada bulan lalu telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 hampir 1 persen dari 4,1 persen menjadi 3,2 persen karena dampak dari invasi Rusia ke Ukraina. Kendati demikian, Malpass belum merinci kapan resesi global mulai melanda. Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti menyebut dampak perang Rusia-Ukraina bagi Indonesia ialah menurunnya ekspor RI sebesar 0,11 persen dan impor meningkat 0,04 persen. Turunnya ekspor terimbas dari penurunan ekspor negara-negara mitra Indonesia seperti Tiongkok dan AS ke Rusia dan Ukraina. Esther meminta pemerintah agar fokus mempertahankan pasar ekspor ke negara tradisional dan memperbesar porsi ekspor barang konsumsi. Solusi lainnya dengan memperkuat kedaulatan pangan dan energi, memacu produktivitas pangan dan manfaatkan energi hijau agar tidak rentan terhadap dinamika global.