Badan Anggaran (Banggar) DPR menyarankan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dua kali dalam tahun ini. Hal tersebut untuk mengurangi beban APBN. Namun demikian, kenaikan harga BBM bersubsidi itu harus dibarengi dengan jaminan perlindungan sosial masyarakat bawah. Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyebut, kebijakan menaikkan harga BBM dilakukan agar subsidi BBM sebesar Rp503 triliun tidak terbuang percuma.
Said juga meminta pemerintah untuk menaikkan harga barang-barang terhadap subsidi. Menurut Said, tahun 2022 ini, APBN Indonesia menghadapi beban berat untuk subsidi energi akibat naiknya harga minyak dunia. Pemerintah menambahkan alokasi subsidi energi sebesar Rp74,9 triliun dari plafon awal sebesar Rp134 triliun, dengan rincian Rp77,5 triliun LPG dan BBM serta listrik Rp56,5 triliun. Selain itu ada tambahan alokasi pembayaran kompensasi BBM dan Listrik Rp275 triliun dari semula Rp18,5 triliun. Tambahan kompensasi itu diperuntukkan kompensasi BBM sebesar Rp234 triliun serta kompensasi listrik sebesar Rp41 triliun. Di samping itu, pemerintah harus melunasi biaya kompensasi energi tertanggung tahun 2021 lalu sebesar Rp108,4 triliun. Menurutnya, rincian sebesar Rp83,8 triliun untuk BBM dan Rp24,6 triliun untuk listrik.
Selain persoalan harga minyak bumi tahun depan yang diperkirakan tetap tinggi, potensial beban subsidi akan bertambah. Hal itu jika melihat tren konsumsi BBM dan listrik yang akan naik seiring dengan terus membaiknya keadaan ekonomi domestik. Gap harga yang cukup senjang antara Pertalite dan Pertamax juga berpotensi membuat konsumsi Pertalite akan lebih besar, sehingga kebutuhan konsumsi BBM bersubsidi tersebut semakin meningkat.