Negara-negara ASEAN sedang berada di antara “perang dingin baru” Amerika Serikat dan China. Oleh sebab itu, menurut pengamat, ASEAN perlu segera mempercepat pembuatan “kode etik” dalam menghadapi rivalitas global antara dua kekuatan besar itu. Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, mengatakan negara-negara ASEAN perlu segera membuat “kode etik dengan China” dan “ASEAN Vision on Indo-Pacific”—dengan AS dan sekutunya.
Tujuannya agar negara-negara di kawasan memiliki batasan yang dikenali bersama dalam menghadapi rivalitas global, sehingga bisa menahan diri supaya tidak terlibat dalam konflik terbuka. “Indonesia dan ASEAN seharusnya memiliki jawaban yang sama. Kita selama ini mengatakan Southeast Asian Nuclear-Weapon-Free Zone, kita selalu mengatakan Zone of Peace, Freedom and Neutrality, selalu juga bilang United Nations Convention on the Law of the Sea, tapi semuanya normatif, tidak membuat kita memiliki kekuatan untuk berlaku keras kepada China dan Amerika,” kata Rezasyah. Dia menyebut, hal ini menjadi tantangan terbesar buat Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini.
Sejak 2021, Indonesia berulang kali menyinggung soal rivalitas negara besar, yaitu China dan Amerika Serikat, yang semakin kuat dan bisa mengancam kesatuan negara-negara ASEAN. Sampai sebelum KTT ke-42 ASEAN berlangsung, pada 10-11 Mei di Labuan Bajo, rivalitas negara besar dan penguatan ASEAN juga masih menjadi salah satu fokus. Itu dibuktikan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menekankan prinsip Indonesia sebagai ketua ASEAN, yaitu kolaborasi dan kerja sama dengan siapa pun dan tidak ingin ASEAN menjadi proksi siapa pun.