Hanya dalam beberapa bulan, pejabat-pejabat AS beralih dari secara terbuka memperingatkan China agar tidak memberi dukungan material untuk perang Rusia di Ukraina, hingga menyatakan bahwa Beijing bisa berperan dalam menengahi pembicaraan damai. Pada 24 Februari, hari ketika China mengungkap 12 proposal perdamaiannya, Menlu AS Antony Blinken menyuarakan skeptisisme dalam sambutannya pada pertemuan tingkat menteri Dewan Keamanan PBB tentang Ukraina. “Tidak ada anggota dewan ini yang boleh menyerukan perdamaian sementara mendukung perang Rusia di Ukraina dan Piagam PBB,” kata Blinken, setahun setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Sementara, pada 3 Mei, Menlu AS itu secara terbuka mengakui bahwa kemungkinan China bisa berperan sangat menguntungkan dalam pembicaraan damai. Analis dan mantan pejabat Amerika mengatakan, perubahan nada suara AS itu sebagian adalah tanggapan atas sekutu Washington di Eropa yang memandang Presiden China, Xi Jinping sebagai satu-satunya pemimpin yang bisa memengaruhi pemikiran Presiden Rusia Vladimir Putin tentang perang di Ukraina. China sejak itu mengumumkan akan mengirim utusan perdamaian ke Ukraina, meskipun sebagian tetap skeptis bahwa Beijing bisa bertindak netral. Utusan khusus China untuk urusan Eurasia, Li Hui, diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Ukraina dan negara-negara lain dalam mengupayakan gencatan senjata dan resolusi diplomatik untuk perang itu.