Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS) pada hari Rabu (21/06) menyetujui penjualan daging hasil rekayasa genetika yang dikembangkan di laboratorium. Upside Foods dan Good Meat adalah dua perusahaan pertama di AS yang sudah menuntaskan proses persetujuan tersebut. November lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) telah menyatakan, daging hasil rekayasa genetika produksi dua perusahaan tersebut aman untuk dikonsumsi. Tidak seperti daging nabati, daging yang dikembangkan di laboratorium sebenarnya mengandung protein hewani. Namun, tidak seperti daging tradisional, daging buatan ini tidak melibatkan penyembelihan hewan.
Pada tahun 2020 lalu, Singapura juga telah memberikan izin kepada perusahaan Just Eat untuk memproduksi daging buatan serupa. Terlepas dari izin yang diberikan pemerintah AS, ketersediaan daging hasil rekayasa genetika untuk konsumsi warga biasa di Amerika Serikat, diperkirakan tidak akan terjadi dalam waktu dekat, sebagian besar disebabkan oleh tingginya biaya produksi. Industri pengembangan daging buatan ini juga disambut antusias oleh para pemerhati lingkungan. Menurut data dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), produksi peternakan secara global telah menyumbang 14,5% dari emisi gas rumah kaca dunia. Secara umum, daging yang dikembangkan di laboratorium ini bisa “dibranding” sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Namun, sebuah penelitian yang belum ditinjau oleh rekan sejawat Universitas California bulan lalu menunjukkan bahwa daging inovatif ini mungkin tidak sebaik yang diyakini sejauh ini. Menurut penelitian tersebut, energi yang dibutuhkan dan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dalam seluruh tahapan produksi daging hasil rekayasa genetika laboratorium itu kemungkinan besar akan “jauh lebih besar” daripada emisi gas rumah kaca produksi daging tradisional. Terutama ini sudah terukur pada produksi daging sapi buatan laboratorium.