AS Hukum Korut atas Pencurian Kripto Rp 50 T, Pyongyang Murka

Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) pada Selasa (4/11/2025) menjatuhkan sanksi terhadap delapan individu dan dua entitas yang dituduh mencuri dan mencuci uang hasil kejahatan siber serta penipuan pekerja TI untuk membiayai program senjata nuklir Korea Utara. Menurut pernyataan resmi, selama tiga tahun terakhir kelompok peretas yang terhubung dengan rezim Pyongyang telah mencuri lebih dari 3 miliar dollar AS (sekitar Rp 50 triliun), sebagian besar dalam bentuk mata uang kripto. Selain itu, para pekerja TI Korea Utara disebut menghasilkan ratusan juta dolar tambahan melalui skema identitas palsu di berbagai perusahaan luar negeri.

Dalam laporan bersama AS, sekutu Eropa, dan Asia bulan lalu, Pyongyang digambarkan menjalankan program siber berskala nasional dengan tingkat kecanggihan mendekati China dan Rusia. “Korea Utara secara sistematis melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB melalui operasi siber dan penempatan pekerja TI di luar negeri, terutama terkait pencurian dan pencucian kripto,” demikian laporan tersebut. Departemen Keuangan AS juga menyoroti bahwa pekerja TI Korea Utara kerap berkolaborasi dengan freelancer asing untuk menyamarkan asal proyek. Hurley menegaskan AS akan terus mengejar siapa pun yang membantu mengalirkan uang bagi program nuklir Pyongyang.

Menanggapi langkah tersebut, Korea Utara mengecam keras sanksi baru AS yang menuduh warganya terlibat dalam pencucian uang dan kejahatan siber. Dalam pernyataan pada Kamis (6/11/2025), Kim Un Chol, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara untuk Urusan AS, menyebut kebijakan sanksi itu menunjukkan “watak jahat” Washington. Kim menegaskan bahwa sanksi tidak akan memengaruhi arah kebijakan Korea Utara. “Langkah ini hanya akan tercatat sebagai contoh khas yang melambangkan kegagalan kebijakan AS terhadap DPRK yang tidak bisa disembuhkan,” ujarnya.

Search