Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memberikan sejumlah opsi yang dapat menjadi langkah jitu untuk mengerek naik tren Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur RI yang terpantau merosot ke level kontraksi 49,3 pada Juli 2024. Tren penurunan PMI manfaktur nasional terlihat sejak April yang berada di posisi 52,9 turun dari 54,2 pada Maret. Indeks produktivitas industri itu juga kembali turun pada Mei 2024 ke level 52,1 dan turun menjadi 50,7 pada Juni lalu. Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan, ada banyak upaya konkret yang dapat mendongkrak kinerja sektor manufaktur nasional. Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja memberikan arahan langsung untuk mengantisipasi dan mendalami kontraksi manufaktur.
Pertama, pengusaha meminta penertiban impor ilegal dengan penegakan hukum yang tegas terhadap semua oknum yang terlibat. Kedua, inspeksi pasar terhadap produk impor yang tidak sesuai ketentuan dan menerapkan predatory pricing. “Ini penting untuk memastikan persaingan pasar yang sehat atau level playing field di dalam negeri bagi industri-industri manufaktur nasional yang sudah comply dengan aturan pasar domestik,” ujarnya. Adapun, impor-impor dengan predatory pricing bisa ditindaklanjuti dengan penerapan instrumen antidumping jika diimpor secara legal atau tindakan hukum bagi impor ilegal. “Produk industri nasional yang belum sesuai ketentuan bisa dibina untuk peningkatan compliance agar kinerjanya tidak perlu berhenti,” imbuhnya.
Upaya ketiga, berikan keleluasaan bagi pelaku industri manufaktur nasional, khususnya yang berorientasi ekspor untuk memperoleh bahan baku/penolong yang dibutuhkan. Untuk itu, perlu dilakukan simplifikasi larangan dan pembatasan (lartas) impor dan memberikan izin serta kuota impor sesuai kebutuhan produsen manufaktur. “Selain bahan baku atau penolong, kemudahan impor juga seharusnya diberikan terhadap produk pendukung produktivitas industri seperti produk sampel/prototipe produksi,” jelasnya.