Langkah Pemerintah dengan melakukan pemisahan platform social commerce dan e-commerce diapresiasi oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Ini dinilai Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani karena dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat (level playing field), melindungi UMKM dengan menjadikan produk dalam negeri berdaya saing, dan melindungi data pribadi konsumen. Penerapan persaingan usaha yang sehat, adil, dan tanpa keberpihakan diperlukan. Model bisnis e-commerce telah banyak berevolusi dan berdampak pada kelangsungan UMKM, karena itu pengaturan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan kualitas pertumbuhan dan iklim industri e-commerce tetap dapat memberikan peluang bagi UMKM Indonesia untuk berusaha dan berkembang serta melayani kebutuhan konsumen dengan baik.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Bidang Digital APINDO, Tirza Reinata Munusamy, mengatakan seperti halnya perdagangan offline, pemisahan model bisnis marketplace dan produsen serta media sosial dan e-commerce akan memastikan tidak ada platform yang menguasai rantai perdagangan online dari hulu ke hilir. “Sehingga meminimalisir potensi praktik monopoli dan praktik persaingan tidak sehat. Dengan dilarangnya social commerce untuk bertransaksi, maka hal ini juga dapat menjaga kedaulatan data pribadi warga negara Indonesia sebagai konsumen,” ungkap Tirza. Aktivitas dalam mempengaruhi permintaan dan penawaran melalui beragam platform merupakan bentuk anti persaingan. Perilaku manipulasi pasar tersebut telah dikategorikan ilegal pada pasar komoditas dan keuangan, sehingga APINDO mendorong adanya perbaikan dalam pasar ritel. Menurutnya pula, kebijakan pemerintah sudah tepat dengan menerapkan persyaratan perizinan standarisasi pada penjual luar negeri serta ambang batas harga minimum USD 100 pada marketplace crossborder. Sehingga, di satu sisi produk UMKM di bawah tetap dapat bersaing dan di sisi lain produk impor yang dijual keamanan dan kualitasnya tetap terjamin.