Analisis suhu tahunan menunjukkan peningkatan suhu permukaan Bumi sebesar 1,15 derajat Celsius pada 2022. Suhu ini rekor terpanas delapan tahun terakhir serta melanjutkan tren pemanasan global dalam jangka panjang. Laporan terbaru Badan Meteorologi Dunia (WMO) pada 12 Januari 2023 menyatakan, 2022 menjadi tahun terpanas secara global. Catatan kenaikan suhu mencapai 1,15 derajat Celsius lebih tinggi daripada suhu sepanjang periode pra-industri (1850-1900). Tingginya suhu global tahun 2022 menegaskan delapan tahun terakhir (2015-2022) adalah rekor suhu terpanas sepanjang sejarah. Kenaikan suhu Bumi resmi di atas 1 derajat Celsius, bahkan saat teijadi periode basah global atau La Nina sekalipun. Kondisi ini menunjukkan pemanasan global makin cepat melampaui batas 1,5 derajat Celsius sesuai Perjanjian Paris.
Fenomena ketidakmampuan periode basah global atau La Nina dalam menahan laju pemanasan global patut diwaspadai. Dalam kondisi basah sekalipun, suhu Bumi terus mengalami pemanasan. Penyebab peningkatan suhu tahunan Bumi ialah konsentrasi gas rumah kaca yang kian tinggi. Tiga gas paling bertanggung jawab terhadap pemanasan global ialah karbon dioksida (CO^), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O). Kandungan CO2 naik drastis, 149 persen, dibandingkan pra-industri, CH4 sebesar 262 persen, dan N2O mencapai 124 persen.
Implikasi dari pemanasan global adalah kerusakan sistem iklim dan cuaca. Pada 2022 terjadi banyak bencana katastropik yang merenggut hingga ribuan nyawa manusia. Bencana juga merusak mata pencarian, meruntuhkan infrastruktur kesehatan, pangan, energi, serta sumber daya air. Selama manusia mengeluarkan emisi gas rumah kaca, suhu Bumi meningkaL Di samping itu, lautan menghangat dan lebih asam, daratan es dan gletser yang mencair meluas, tinggi permukaan laut meningkat, dan terjadi peningkatan intensitas cuaca ekstrem. Diperkirakan 85 persen penduduk dunia hidup di tengah krisis iklim yang kemungkinan besar memburuk.
Bumi yang menghangat membuat suhu lautan memanas. Hal ini merusak terumbu karang sehingga habitat ikan hilang dan berimbas pada penurunan hasil produksi di sektor perikanan. Dekade ini lautan juga makin asam, padahal sebelumnya selama 26.000 tahun terdeteksi stabil. Anomali iklim tersebut ikut memicu berbagai fenomena cuaca ekstrem di sejumlah lokasi. Peru dilanda gelombang panas hingga 39,2 derajat Celsius selama 8 hari. Gelombang panas di Australia tertinggi mencapai suhu 50,7 derajat Celsius.
Indonesia yang menunjukkan peningkatan suhu relatif lebih rendah. Berdasarkan data dari 91 stasiun pengamatan secara nasional, suhu rata-rata tahun 2022 di Indonesia sekitar 27 derajat Celsius. Sepanjang 1991-2020, suhu rata-rata tahunan di Indonesia 26,8 derajat Celsius. Artinya, terjadi anomali kenaikan suhu tahunan 0,2 derajat Celsius. Angka itu menempatkan 2022 sebagai tahun terpanas urutan ke-13. Catatan tahun terpanas pernah teijadi pada 2016, dengan kenaikan suhu tahunan 0,6 derajat Celsius. Meskipun kenaikan subu pada 2022 relatif kecil, masyarakat Indonesia perlu mewaspadai anomali yang terjadi. Sepuluh tahun terakhir suhu tahunan konsisten di atas 27 derajat Celsius, sedangkan pada dua dekade sebelumnya rata-rata hanya sekitar 26 derajat Celsius. Artinya, teijadi pemanasan suhu udara di hampir seluruh wilayah Nusantara.
Data observasi BMKG yang membandingkan suhu rata-rata 2022 terhadap suhu pada periode 1991-2020 menunjukkan, wilayah Sentani-Jayapura merupakan lokasi pemanasan terbesar di Indonesia. Suhu di wilayah tersebut meningkat hingga 0,8 derajat Celsius. Fenomena ini patut menjadi perhatian karena Jayapura yang identik dengan hutan alam justru mengalami peningkatan suhu terbesar. Hal ini mengindikasikan ada perubahan lingkungan di kawasan itu sehingga terjadi lonjakan udara panas. Hal itu bisa jadi akibat alih fungsi lahan hutan, pembangunan yang masif, dan konsumsi energi yang pesat.