Setelah memutuskan menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga pertalite, pertamax 92, dan solar, pemerintah diminta untuk mewaspadai dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Sebab, perekonomian nasional saat ini masih berada pada fase pemulihan akibat pandemi Covid-19. Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan jika dihitung dengan nilai inflasi per Juli 2022, kenaikan harga pertalite ke angka 10.000 rupiah per liter akan mendongrak inflasi menuju level 8,5 persen. Begitu pula dampaknya terhadap angka kemiskinan yang diperkirakan akan kembali melonjak ke kisaran 9,96 persen, bahkan bisa double digit atau tembus 10 persen. “Ini belum menghitung tingkat rentan miskin. Masyarakat rentan miskin ini yang sangat terpengaruh dari naiknya inflasi. Mereka ini yang terancam jadi miskin kembali,” kata Nailul.
Kenaikan harga pertalite, akan mendorong inflasi ke level 8-8,5 persen, penurunan konsumsi 0,03 persen, penurunan ekonomi tiga triliun rupiah, meningkatnya angka pengangguran 30 ribu jiwa dan terakhir kemiskinan naik menjadi 9,96 hingga 10 persen. Mengenai penyaluran bantuan sosial sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, dia mengatakan hanya sebagai obat penenang dari pemerintah, tetapi tidak menyelesaikan inflasi yang tinggi. Sementara itu, Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan dampak kenaikan harga BBM bisa meningkatkan kemiskinan menjadi 10 persen jika kenaikan harga pertalite dan solar masing-masing 30 persen.
Pakar Ekonomi dari Universitas Brawijaya Malang, Nugroho Suryo Bintoro, mengatakan bahwa salah satu yang perlu diantisipasi dari kenaikan harga BBM adalah target pertumbuhan ekonomi. Karena kebijakan itu bisa mengurangi konsumsi yang kontribusinya terhadap perekonomian nasional sangat signifikan. Dampak lanjutan dari penyesuaian harga BBM tentu pada kenaikan harga sejumlah bahan pokok penting karena biaya distribusi yang melonjak. Jika harga bahan pokok penting naik, inflasi secara tahunan berpotensi melampui pertumbuhan. Hal itu berarti daya beli masyarakat pasti terganggu. Selain konsumsi, investasi akan terdampak kenaikan harga BBM. Investor akan mengambil posisi wait and see untuk merealisasikan investasi mereka terutama di sektor transportasi, ritel, dan pakaian jadi.