Sederet ekonom menanggapi rencana pemerintah yang terus membangun Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara meski ada ancaman resesi global 2023 di depan. Mereka sebagian besar meminta agar pemerintah tak buru-buru soal pembangunan ibu kota baru yang terletak di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur itu. Mereka juga menjelaskan alasan mengapa pembangunan IKN itu perlu ditunda hingga menyarankan agar lebih fokus untuk menghadapai ancaman resesi global. Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri meminta pemerintah tak buru-buru membangun ibu kota baru dan menyarankan agar lebih fokus pada instabilitas sosial. “Bukanlah aib memindahkan ibu kota. Tapi ada masalah mendasar yang kita hadapi adalah sense of urgency-nya. Urgensinya bukan pindah ibu kota,” ujar Faisal.
Menurut Fasial, Indonesia akan menghadapi tantang berat, meskipun ada kemungkinan tidak mengalami resesi. Salah satunya nilai rupiah terhadap dolar Amerika melemah-sudah Rp 15.500-efeknya membayar utang dalam mata uang asing ikut naik. Tantangan lainnya, Faisal menyebutkan, climate change yang semakin gila-gilaan. Dampaknya bisa mempengaruhi harga pangan, karena banjir dan kekeringan ekstrem. Produksi pangan turun, bahkan setiap negara mengurangi ekspornya dan menambah pasokan cadangan. Angka kemiskinan di Indonesia juga menjadi tantangan. Jumlah penduduk dengan pengeluaran per harinya di bawah Rp 35 ribu jumlahnya lebih dari 60 persen, yang merupakan kategori rentan miskin. Berbeda jauh dengan Malaysia yang masyarakat rentan miskinnya hanya 2 persen dan Thailand hanya 6 persen. Dengan kondisi seperti sekarang ini dan tantangan resesi global, kata Faisal, angka penduduk rentan miskin di Indonesia juga bisa naik menjadi 70 persen.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menyarankan pemerintah tak terburu-buru membangun IKN, termasuk menawarkannya kepada para investor. Dia menyebut dalam memutuskan investasi, investor perlu mengambil valuasi dari sisi permintaan. Walau pemerintah memastikan pada tahap pertama sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) akan berpindah ke IKN, Bhima melihat kepastian mengenai ketersediaan infrastruktur dasar belum terang. Bhima menyarankan ketimbang membangun IKN, pemerintah lebih dulu memperbaiki fundamental daya saing industri dalam negeri dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Apalagi, negara sedang dihadapkan dengan ancaman resesi. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai permasalahan IKN tidak terlalu banyak berkaitan dengan ancaman resesi global. Karena menurutnya Indonesia masih relatif bisa bertahan dibandingkan banyak negara lain lantaran memiliki pasar domestik yang besar. Namun ia melihat masalah IKN terletak pada sisi pembiayaan yang terbatas, yang artinya dari sisi keberlanjutan pembangunannya masih menjadi tanda tanya. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad juga mengkhawatirkan hal yang sama. Menurut dia biaya proyek IKN Nusantara akan semakin besar seiring situasi inflasi dan pelemahan rupiah.