Harga minyak mentah dunia yang semakin tinggi berpotensi mendatangkan masalah bagi perekonomian global. Lonjakan hanya minyak mentah menuju US$ 100 per barel untuk pertama kalinya sejak 2014 akan memberikan pukulan ganda terhadap perekonomian dunia, yakni memperlemah prospek pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan inflasi.
Dua ancaman tersebut merupakan hal yang mengkhawatiran bagi The Fed dan bank sentral lainnya yang sedang berupaya menahan tekanan kenaikan harga terkuat selama beberapa dekade terkahir tanpa menggagalkan pemulihan dari pandemi Covid-19. Meskipun eksportir energi mendapat keuntungan dari booming harga minyak, pengaruh minyak pada ekonomi tidak seperti dulu. Sebagian besar dunia akan terpukul karena perusahaan dan konsumen mendapati tagihan meningkat dan daya belanja terhimpit oleh harga makanan, transportasi, dan pemanas yang lebih mahal.
Menurut model Shock dari Bloomberg Economics, kenaikan harga minyak mentah menjadi US$ 100 pada akhir bulan ini dari sekitar US$ 70 pada akhir tahun 2021 akan mengangkat inflasi sekitar setengah persen di AS dan Eropa pada paruh kedua tahun ini. Secara lebih luas, JPMorgan Chase & Co mengingatkan, kenaikan harga minyak hingga US$ 150 per barel berpotensi menghentikan ekspansi global dan membuat inflasi melonjak hingga lebih dari 7%, lebih dari tiga kali lipat tingkat yang ditargetkan oleh sebagian besar pembuat kebijakan moneter.