Kementerian Perdagangan menyatakan terbatasnya pasokan minyak goreng yang dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) disebabkan oleh kendala di tahap distribusi dari produsen ke toko. Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono, mengatakan tim dari Kementerian telah melakukan pengawasan bersama Satuan Tugas Pangan Nasional Polri untuk mengawal kelancaran distribusi tersebut. Selain mengawasi alur distribusi minyak goreng, Kementerian Perdagangan juga menggelar operasi pasar untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dengan menggandeng produsen minyak goreng, seperti Sinarmas dan Wilmar Group, serta Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah mematok pasokan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk pasar dalam negeri. Mulai 27 Januari 2022, Kementerian Perdagangan mematok DMO minyak sawit mentah untuk pertama kalinya. Kebijakan ini diambil karena para pengusaha memilih ekspor, sehingga produsen minyak goreng kesulitan produksi dan menyebabkan lonjakan harga minyak goreng. Pemerintah mewajibkan eksportir membeli kelapa sawit dengan harga pasar dan menjualnya ke produsen minyak goreng dengan harga lebih rendah, sesuai dengan ketetapan pemerintah. Saat itu pemerintah mematok 20 persen CPO khusus untuk kebutuhan dalam negeri. Namun kondisi yang tak kunjung berubah membuat pemerintah menaikkan porsinya. Mulai 10 Maret 2022, DMO dipatok sebesar 30 persen dari volume ekspor CPO dan turunannya.
Kebijakan tersebut dinilai memberatkan pelaku industri. Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, menyatakan kebijakan DMO menyebabkan kerugian di industri hilir sawit, termasuk yang tidak berhubungan dengan minyak goreng. Sahat menyatakan kerugian bisa meluas jika kebijakan ini dilanjutkan. GIMNI mengusulkan agar pemerintah menghentikan konsep DMO dan kebijakan HET minyak goreng. Alternatifnya, pemerintah dapat memberi subsidi langsung kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang dananya bisa diambil dari bea keluar ekspor sawit. Kepala Pusat Riset Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menyatakan pemerintah perlu mengevaluasi mekanisme DMO minyak sawit. Andry mengingatkan bahwa kelangkaan minyak goreng dipicu disparitas harga yang sangat lebar di pasar global dan domestik. Jika DMO ditingkatkan, harga minyak sawit berpotensi semakin melambung di pasar internasional.