Para akademisi menyarankan kepada pemerintah untuk mengambil jalan tengah (The Golden Midway) dalam menghadapi krisis energi. Jalan tengah tersebut dengan menaikkan harga bahan bakar bersubsidi (BBM) 30-40 persen sehingga aktivitas perekonomian seperti pariwisata dan kegiatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tetap berjalan dengan baik. Lonjakan subsidi akan membuat APBN kehilangan fungsinya mendorong pertumbuhan di tengah belum pulihnya dunia usaha dan UMKM. Subsidi idealnya harus menyasar langsung masyarakat yang tidak mampu.
Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro, mengatakan persoalan saat ini adalah pertumbuhan ekonomi yang dicapai juga didukung oleh subsidi BBM. Namun demikian, subsidi BBM menjadi permasalahan bagi keuangan negara ketika harga minyak dunia naik. Selain menaikkan harga, Ari juga menyarankan pemerintah agar mengontrol volume penyaluran BBM bersubsidi sehingga benar-benar dapat dinikmati oleh masyarakat yang tepat dan berhak. Pakar ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan pemerintah lebih baik memberikan subsidi BBM secara langsung pada golongan masyarakat yang berhak, supaya efektif dan tepat sasaran.
Sementara pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan kenaikan drastis subsidi karena pemulihan ekonomi telah mendorong volume konsumsi BBM dan naiknya harga pasar BBM. Jika harga BBM domestik tidak dinaikkan, tentunya beban APBN akan semakin berat dan kehilangan fungsinya dalam mendorong pertumbuhan di tengah belum pulihnya dunia usaha dan UMKM. Konsep The Golden Midway merupakan jalan tengah terbaik karena mengurangi subsidi untuk mengurangi beban APBN, namun harus menaikkan harga BBM pada suatu harga tertentu yang masih memungkinkan industri tertentu tidak mengalami kenaikan biaya yang signifikan.