Ada Risiko Stagflasi Dunia yang Disebabkan Oleh Covid-19 Hingga Gangguan Rantai Pasok

Kepala Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Wira Kusuma mengatakan pandemi Covid-19, ketegangan geopolitik berkepanjangan, proteksionisme hingga gangguan rantai pasok menjadi penyebab risiko stagflasi dunia. Empat hal ini menyebabkan ada risiko stagflasi, dan membuat dinamika ekonomi global menjadi sedikit berubah.

Wira menjelaskan bahwa saat ini sudah ada perbaikan Covid-19 melalui penanganan yang sangat baik di seluruh dunia. Namun, masih ada risiko yang berlanjut dengan munculnya beberapa varian meskipun tidak seberat varian-varian sebelumnya. Kedua, ketegangan geopolitik yang masih berkepanjangan dan di luar perkiraan turut memberi goncangan pada perekonomian global. Lalu munculnya tren proteksionisme yang dilakukan negara-negara untuk mengamankan pasokan global serta gangguan rantai pasokan atau supply chain disruption berdampak pada PDB dunia yang saat ini perlahan menurun.

Empat faktor tersebut membuat perekonomian global mengalami tekanan. Risiko stagflasi meningkat disertai dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Berbagai negara terutama di advance ekonomi seperti Amerika Serikat, merespons peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga menahan pemulihan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi. BI bahkan memprediksi Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada Juli 2022. Begitu juga dengan Bank Dunia yang merevisi pertumbuhan ekonomi dunia turun menjadi 2,9 persen dari yang sebelumnya 3,2 persen. Kendati terdapat gejolak dalam perekonomian global, Bank Indonesia yakin perbaikan ekonomi domestik akan terus berlanjut. Pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan berada dalam kisaran 4,5-3,3 persen.

Search