Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan berdasarkan data, 99 persen populasi dunia tinggal di lingkungan yang tidak memenuhi kriteria pedoman kualitas udara Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization /WHO). Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara (PPRPU) Kemenkes, Agus Dwi Susanto, mengatakan polusi udara luar ruangan diperkirakan menyebabkan 4,2 juta kematian di seluruh dunia pada 2019, dengan 37 persen berupa penyakit jantung iskemik dan stroke, 23 persen infeksi saluran pernapasan akut, 18 persen penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), serta 11 persen kanker paru.
Lebih lanjut, Agus mengatakan terdapat pula polusi udara dalam ruangan, yang mampu menyebabkan sekitar 3,2 juta kematian di seluruh dunia pada 2020, dengan 32 persen berupa penyakit jantung iskemik, 23 persen stroke, 21 persen infeksi saluran napas bawah (pneumonia), 19 persen PPOK, serta 6 persen kanker paru. “Polusi udara dalam ruangan terjadi karena terdapat sekitar 2,4 miliar orang di seluruh dunia (sekitar sepertiga populasi global) memasak menggunakan kompor minyak tanah, biomassa (kayu bakar, kotoran hewan, limbah tanaman), dan batu bara yang menghasilkan polusi udara dalam ruangan yang berbahaya,” papar Agus.
Untuk menanggulangi sejumlah dampak buruk yang diakibatkan oleh polusi udara, Kemenkes melakukan sejumlah upaya, salah satunya adalah melalui gerakan 6M dan 1S yang terdiri atas memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau laman web. Kedua, mengurangi aktivitas luar ruangan dan menutup ventilasi rumah, kantor, sekolah, dan tempat umum di saat polusi udara tinggi. Ketiga, menggunakan penjernih udara dalam ruangan. Keempat menghindari sumber polusi dan asap rokok. Kelima, menggunakan masker saat polusi udara tinggi. Keenam, melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta segera konsultasi secara daring atau luring dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan.