Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa perseroan telah menggunakan teknologi co-firing sejak 2020. Hingga Mei 2022, sebanyak 32 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU] sudah menerapkan co-firing, dan dapat memproduksi listrik hijau setara 487 megawatt hours (MWh) lewat teknologi tersebut.Implementasi co-firing juga mampu memberikan dampak penurunan emisi karbon sebesar 184.000 ton CO2.
Pada tahun ini, PLN menargetkan teknologi co-firing diterapkan di 35 PLTU, dengan total kebutuhan biomassa sebanyak 450. 000 ton dan dapat menekan emisi CO2 hingga 340. 000 ton. Jumlah tersebut akan meningkat lima kali lipat pada tahun depan, dan PLN memerlukan setidaknya 2,2 juta ton biomassa. Kebutuhan biomassa pun akan terus meningkat hingga 10,2 juta ton pada 2025, sehingga dapat menekan emisi karbon sebesar 11 juta ton CO2 dan gas rumah kaca setiap tahunnya. Program ini ditargetkan rata-rata menggunakan 10 % – 20% dari kapasitas PLTU PLN untuk co-firing, atau ekuivalen sekitar 2.700 M W. Co-firing akan terus dilakukan PLN sampai paling tidak 52 titik PLTU bisa menggunakan teknologi ini pada 2025.