Sedikitnya 2.500 prajurit TNI aktif menduduki sejumlah jabatan sipil pada 2023. Situasi ini diyakini dapat mengganggu sistem merit di birokrasi sekaligus melemahkan profesionalisme TNI. Hal ini diungkap oleh peneliti senior Imparsial, Al Araf, saat menghadiri rapat dengar pendapat Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Penempatan prajurit TNI di jabatan sipil, kata Al Araf, juga dapat berimplikasi pada birokrasi. Para pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah bekerja dengan tekun dan bercita-cita bisa memiliki jabatan yang lebih tinggi di kemudian hari akan resah karena kehilangan kesempatan akibat ada militer aktif dan polisi aktif yang masuk birokrasi. Jika militer ingin masuk jabatan sipil, seharusnya mereka mengambil pensiun dini.
Selain Al Araf, rapat dengar pendapat Komisi I DPR juga menghadirkan Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani. Ismail Hasani berpandangan, dalam rencana merevisi UU TNI, supremasi sipil harus dipertahankan. Dalam makna otoritas politik, negara mesti tunduk pada supremasi sipil. Dengan begitu, kesehatan demokrasi akan tetap bisa terjaga.