Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa sektor manufaktur Indonesia di awal tahun masih menarik bagi investor. Hal ini tercermin dari data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) mengenai jumlah perusahaan yang tengah membangun fasilitas produksi. Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan selama periode Januari-Februari, sebanyak 198 perusahaan industri sedang dalam proses pembangunan fasilitas produksi. Dari proyek ini, diperkirakan lebih dari 24.568 tenaga kerja akan terserap. “Berdasarkan laporan ke SIINas, pada Januari-Februari terdapat 198 perusahaan industri yang melaporkan tengah membangun fasilitas produksi. Selain itu, rencana penyerapan tenaga kerja mencapai 24.568 orang. Ini menandakan bahwa sektor manufaktur di Indonesia tetap menjadi daya tarik bagi investor,” ujar Febri, Rabu (26/3).
Ia menambahkan bahwa masih banyak investor yang tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Selain menjadi bukti bahwa sektor manufaktur tetap prospektif, investasi ini diharapkan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja. “Jika ada yang bertanya mengenai kondisi manufaktur di awal tahun ini, kami dapat menjawabnya dengan data ini. Banyak investor yang masih mau dan sedang berinvestasi membangun fasilitas produksi di Indonesia, sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan,” tuturnya. Lebih lanjut, Febri menjelaskan bahwa pelaku industri dalam negeri tetap optimis terhadap iklim usaha di Indonesia, meskipun terdapat tantangan akibat perlambatan ekonomi nasional. Aktivitas manufaktur diyakini akan semakin tumbuh apabila ada kebijakan yang mendukung industri dalam negeri. Apalagi, kata dia, permintaan pasar domestik masih sangat besar.
Namun, beberapa industri, terutama yang berorientasi ekspor, mulai merasakan dampak dari perang tarif global yang mempengaruhi rantai pasok. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Maret 2025 menunjukkan level ekspansi di angka 52,98, meskipun terjadi perlambatan sebesar 0,17 poin dibandingkan Februari 2025 dan turun 0,07 poin dari Maret tahun lalu. “Perlambatan ini salah satunya disebabkan oleh libur Lebaran, yang biasanya menyebabkan produksi menurun. Perusahaan biasanya meningkatkan produksinya dua hingga tiga bulan sebelum Ramadan dan Lebaran guna memenuhi lonjakan permintaan,” jelasnya.