Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Tenaga Kerja

Perkembangan iklim investasi dan ketenagakerjaan di Indonesia terus memburuk setelah krisis ekonomi tahun 1997, dan pada akhirnya dibuat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 dengan semangat untuk melindungi tenaga kerja, pembahasan kebijakan pengupahan, perjanjian kontrak, dan perlindungan tenaga kerja. Pada mulanya UU ketenagakerjaan ini dibuat untuk melindungi pekerja, namun efek jangka panjang yang dirasakan justru merugikan pengusaha dan pekerja. Sehingga perlu dukungan dari pemerintah untuk merubah UU ini agar kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan dengan melakukan berbagai terobosan kebijakan fiskal. Terkait hal tersebut, Ketua WANTIMPRES, Ibu Sri Adiningsih menerima audiensi yang bertujuan memberikan masukan pada pemerintah mengenai pentingnya dilakukan perubahan Undang-Undang Ketenakerjaan yang bertempat di Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden dihadiri oleh Ibu Rahama Iryanti, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan BAPPENAS; Ibu Nina Sapti, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia; Ibu Myra Hanartani, Anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO); dan Bapak Johny Darmawan, Anggota Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) pada tanggal 28 April 2017.

Dalam pertemuan tersebut diungkapkan bahwa, diperlukan perubahan UU Ketenagakerjaan karena UU tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan globalisasi yang terjadi dimana tingginya upah minimum dan tunjangan harus ditanggung pengusaha, serta peniadaan outsourcing. Hal ini menyebabkan persempitan lapangan kerja dikarenakan perusahaan lebih memilih untuk melakukan otomatisasi untuk menekan biaya pekerja dan meningkatkan produksi. Di lain pihak adanya peraturan perlindungan tenaga kerja, UU Nomor 40 Tahun 2004 yang diimplementasikan oleh BPJS menyebabkan terjadi tumpang tindih mengenai aturan perlindungannya.

Hal lain yang diungkapkan bahwa pertumbuhan upah minimum secara nominal dan riil lebih cepat dibanding produktivitas, ditambah lagi dengan kondisi pekerja Indonesia yang tidak mempunyai skill yang memadai. Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sebagian besar hanya merupakan lulusan SD, SMP atau SMA sehingga pemerintah perlu peduli untuk membuat lapangan kerja bagi mereka dan memperbaiki aturan ketenagakerjaannya. Sebagai penutup Ketua Wantimpres bermaksud mengadakan pertemuan lebih lanjut untuk mendapatkan masukan dari semua stakeholder terkait. (OCT).

Search