Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Edy Priyono mengungkapkan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akibat konflik Iran dan Israel berpotensi membuat harga bawang putih dan kedelai mahal. Adanya situasi global implikasi pada beberapa hal, rantai pasok pangan, kalau konflik timur tengah semakin tereskalasi, kedua terkait implikasi pelemahan kurs yaitu barang-barang komoditas yang bergantung pada impor ini akan terjadi kenaikan, terganggunya rantai pasok karena pada beberapa terusan terutama, pertama pada bawang putih, kedelai. Oleh sebab itu dia meminta kepada kepala daerah agar bisa melakukan berbagai antisipasi dan menjaga stabilitas harga hingga pasokan.
Sementara itu, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Bambang Wisnubroto tak menampik harga bawang putih terus mengalami kenaikan. Hal itu lantaran pasokan bawang putih di Tanah Air yang sedikit. Dia membeberkan, pihaknya sudah memberikan Persetujuan Impor (PI) bawang putih sebanyak 244.000 ton kepada importir. Namun yang baru merealisasikan impor hanya 92.046 ton. “Bawang putih memang kalau kita lihat dari alokasi impor hasil dari rakortas Kemenko di angka 645.025 ton, saat ini realisasinya dapat kami laporkan baru 92.000 ton. Jadi dari total alokasi impor baru 14,2 persen kalau dari total PI yang telah diterbitkan baru 244.000 ton baru 37,7 persen,” paparnya. Adapun mengutip dari PIHPS, saat ini harga bawang putih kating secara rata-rata nasional Rp 44.800 per kilogram dan bawang putih honan sebesar Rp 44.500 per kilogram. Sementara harga di pasar induk untuk bawang putih kating Rp 39.600 per kilogram dan honan Rp 36.100 per kilogram.