Industri Farmasi Indonesia Bakal Terdampak Pelemahan Rupiah

Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi memberi dampak signifikan bagi kelangsungan bisnis farmasi di Indonesia. Berdasarkan pantauan di laman Google Finance, rupiah telah menembus level Rp 16.057 per dollar AS pada Senin (15/4) sore. Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Elfiano Rizaldi menilai, dampak pelemahan rupiah bagi industri farmasi sangat bergantung dari seberapa lama tren koreksi mata uang tersebut berlangsung. Jika setelah libur Lebaran atau hingga bulan depan rupiah tidak berhenti melemah, jelas industri farmasi nasional akan terancam. Maklum saja, hampir 90% bahan baku produk farmasi seperti obat-obatan masih harus diimpor dari luar negeri. Sejauh ini, baru ada belasan item bahan baku farmasi saja yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Itu pun tidak sepenuhnya atau 100% memuat kandungan lokal mengingat kapasitas produksi farmasi nasional masih tergolong kecil. Alhasil, bahan baku farmasi di pasar domestik sebenarnya belum tentu lebih murah dibandingkan impor sekalipun kurs rupiah sedang melemah.

Secara umum, para produsen farmasi dapat menerapkan strategi hedging atau lindung nilai hingga menyesuaikan harga produk jadi di pasar ketika kurs rupiah melemah. Namun balik lagi, implementasi strategi ini bergantung dari seberapa lama pelemahan rupiah berlangsung. GP Farmasi juga menyebut, pada dasarnya para pelaku industri farmasi menginginkan kurs rupiah yang bergerak stabil dan tidak mudah volatil. Dengan begitu, para produsen farmasi dapat lebih mudah dalam membuat rencana bisnis, termasuk menghitung kebutuhan biaya impor bahan baku hingga memproyeksikan pendapatan ekspor produk farmasi. “Kalau naik-turunnya nilai tukar terlalu cepat ini juga kurang bagus buat kelangsungan usaha, karena biar bagaimanapun ada plus-minusnya ketika rupiah berada di posisi sekarang,” pungkas dia.

Search