Guru Besar IPDN, Djohermansyah Djohan, mengatakan perubahan besaran dana desa setelah revisi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dapat memunculkan polemik terkait pengelolaannya. Kepala desa umumnya berperan sendiri dalam penggunaan dana desa. Menurut Djohermansyah, hal itu menjadi pintu terjadinya penyalahgunaan, karena penggunaan dana menjadi tidak transparan. Di UU Desa yang baru, kepala desa mendapatkan imunitas dengan adanya bantuan hukum dalam menjalankan program-programnya. Jadi, mereka tidak bisa dilaporkan, harus melalui pemeriksaan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Menurut Djohermansyah, hal itu bakal memperlemah pengawasan yang selama ini belum optimal.
Merujuk Laporan Tren Penindakan Korupsi Tahun 2022 yang diterbitkan Indonesia Corruption Watch (ICW), kepala desa merupakan salah satu aktor yang paling banyak terjerat kasus korupsi setelah pegawai pemerintahan daerah dan swasta. Dari total 1.259 pelaku korupsi sepanjang 2022, sebanyak 319 orang di antaranya berprofesi sebagai kepala desa.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus, kenaikan dana desa merupakan wujud dari komitmen pembentuk UU agar anggaran negara tidak hanya terkonsentrasi di daerah tertentu atau untuk kalangan tertentu. pemanfaatan dana desa selama ini belum optimal dan kerap menjadi obyek korupsi. Menurut Guspardi, ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar kepala desa tidak terjebak kasus korupsi sekaligus bisa memanfaatkan dana desa secara optimal untuk pembangunan, yaitu pemberian edukasi dan pendampingan terhadap kepala desa dan perangkat desa agar lebih memahami soal administrasi keuangan negara. Tak hanya itu, mekanisme kontrol juga perlu diperkuat dengan mengoptimalkan peran kontrol sosial masyarakat.