Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga 15 Maret 2024 sebesar Rp 342,9 triliun. Angka ini setara 17,2% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Hanya saja, realisasi penerimaan pajak tersebut terkontraksi 3,7% year on year (YoY) dibandingkan dengan realisasi di periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 356,2 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, penerimaan pajak yang sedikit melambat ini dipengaruhi oleh penurunan signifikan harga komoditas pada tahun 2023 yang akibatnya baru dirasakan pada tahun ini. “Penerimaan pajak kita agak mengalami tekanan karena harga komoditas yang menurun mulai tahun lalu,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (25/3).
Seiring dengan penurunan harga komoditas tersebut, perusahaan-perusahaan juga meminta restitusi sehingga berdampak kepada penerimaan pajak. Pasalnya, di luar restitusi, penerimaan pajak bruto tumbuh 5,74%. “Ini berarti perusahaan-perusahaan dalam hal ini mereka meminta restitusi karena pembayaran masanya mungkin lebih tinggi dari apa yang akan mereka laporkan pada bulan April nanti. Dengan restitusi, netonya kita mengalami tekanan penerimaannya,” kata Menkeu.
Sri Mulyani merinci, penerimaan pajak terbesar berasal dari pajak penghasilan (PPh) non migas yang mencatatkan realisasi Rp 203,92 triliun atau 19,18% dari target. Sementara untuk pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN & PPnBM) tercatat sebesar Rp 121,92 triliun atau 15,03% dari target. Kemudian, pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat Rp 2,56 triliun atau 6,79% dari target. Dan terakhir, PPh migas sudah terealisasi Rp 14,48 triliun atau 18,95% dari target.