Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor nikel dan barang turunannya mencapai US$0,92 miliar atau sekitar Rp14,37 triliun (asumsi kurs Rp15.625 per dolar AS) pada Januari-Februari 2024. Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan angka ini turun 27,26 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni US$1,27 miliar atau Rp19,84 triliun. “Ekspor nikel dan barang daripadanya juga turun 27,26 persen di mana penurunan nilai ekspor barang ini didorong oleh penurunan nilai ekspor yang bertujuan ke Tiongkok,” ucap Amalia dalam konferensi pers, Jumat (15/3).
Lebih rinci, ekspor nikel dan produk turunannya ke China turun US$275 juta atau Rp4,29 triliun. Kemudian, ekspor ke Norwegia turun US$135 juta atau Rp2,1 triliun dan ekspor ke Jepang turun US$70 juta atau Rp1,09 triliun. Amalia juga mengungkapkan bahwa nilai ekspor sektor industri pengolahan lain pun kompak turun. Lihat saja, logam dasar bukan besi turun 13,57 persen (yoy) menjadi US$2,21 miliar atau Rp34,53 triliun pada Januari-Februari 2024. Penurunan nilai ekspor ini seiring dengan mengecilnya ekspor ke negara tujuan. Misalnya, ekspor logam dasar bukan besi turun US$377 juta atau Rp5,89 triliun ke China. Lalu, ekspor ke Belanda turun US$18 juta atau Rp281,26 miliar dan ke Islandia turun US$11 juta atau Rp171,88 miliar.