Presiden Joko Widodo menyebut saat ini ada 22 negara sedang mengerem keran ekspor berasnya ke negara-negara importir, termasuk Indonesia yang disebut memiliki ketergantungan terhadap impor beras. Penghentian ekspor beras di beberapa negara disebabkan salah satunya sebagai upaya menjaga ketersediaan pasokan beras nasional. Menanggapi situasi tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional atau Bapanas Arief Prasetyo Adi optimistis dengan food estate atau lumbung pangan garapan pemerintah pusat. Menurut dia, food estate mampu mengatasi ketersediaan stok pangan di Indonesia, ketika negara-negara pengekspor beras sedang menutup keran ekspornya. Namun, program lumbung pangan itu dapat membantu jika dikelola dengan profesional.
Pengamat Pertanian Syaiful Bahari pesimistis soal program strategis nasional (PSN) food estate ini mampu mengatasi kecukupan stok pangan. Semestinya pemerintah fokus mengembangkan lahan-lahan potensial di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi, khususnya lahan kering. Sebab, jumlah lahan kering yang ada di pulau-pulau tersebut mencapai tiga kali lipat dari luas pangan yang tersedia sekarang. Selain itu, Syaiful menilai bahwa pemerintah seharusnya memprioritaskan terhadap peningkatan produksi. Ia mengungkapkan, bahwa apabila lahan produksi sejumlah 10,6 juta hektare itu diurus dengan baik dan produktivitasnya ditingkatkan, Indonesia diproyeksikan mampu memiliki cadangan beras nasional 3 sampai 4 juta ton setiap tahunnya. “Jika ditambah lahan kering yang ada di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat, yang luasnya mencapai sekitar 25 juta hektare, maka kita memiliki cadangan beras nasional lebih dari cukup. Jika berlebih bisa diekspor ke luar setiap tahun,” kata Syaiful.