Biaya Naik, Badan Pangan Akui Harga Beras Sulit Kembali Seperti Tiga Tahun Lalu

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency Arief Prasetyo Adi menyebut biaya variabel produksi beras terus mengalami kenaikan. Kondisi ini membuat harga beras yang kini mengalami kenaikan sulit turun dan kembali seperti 2-3 tahun lalu, meski produksi beras meningkat setelah panen mendatang. “Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Lihat saja harga beras di luar negeri sudah menyentuh 650-670 dolar AS per metrik ton. Jadi agak sulit untuk mengatakan harga beras nanti akan turun seperti 2-3 tahun lalu,” ujar Arief dikutip dari siaran persnya, Jumat (23/2/2024). Ia menjabarkan, variabel cost beras yang mengalami kenaikan mulai dari harga pupuk, biaya tenaga kerja harian, bahan bakar minyak (BBM), dan produksi lainnya.

Kendati begitu, ia menilai hal terpenting saat ini adalah memastikan ketersediaan stok beras nasional aman. Hal ini karena produksi beras yang menurun sebagai dampak El Nino membuat masa tanam mundur. Sehingga membuat permintaan dan ketersediaan menjadi tidak seimbang. Oleh karena itu, pemerintah saat ini sedang menyiapkan penyerapan produksi beras nasional dalam menyambut panen padi mendatang. Proyeksi BPS melaporkan pada Maret mendatang produksi beras dapat mencapai 3,51 juta ton dengan luas panen 1,15 juta hektare. Menurutnya, saat produksi naik setelah panen, pemerintah akan menjaga harga di petani tidak sampai jatuh terlalu dalam. Namun di sisi lain, masyarakat bisa membeli beras dengan harga yang tetap terjangkau. “Ini merupakan tugas NFA dalam menjaga keseimbangan dari hulu sampai hilir, di mana petani senang dan semangat menanam, lalu penggiling dapat pasokan GKP (Gabah Kering Panen) serta masyarakat juga bisa membeli beras dengan harga baik,” ujarnya. Saat ini, pemerintah diketahui memiliki sejumlah program di tengah kenaikan harga beras mulai dari bantuan pangan beras ke 22 juta keluarga penerima manfaat, kemudian ada juga penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Beras (SPHP) ke tingkat konsumen yang sampai 17 Februari telah mencapai 264 ribu ton dalam dua bulan ini.

Search