Setelah tiga pasukan Amerika Serikat (AS) tewas dan puluhan lainnya terluka dalam serangan drone pada Minggu (28/1/2024) kemarin, Presiden AS Joe Biden hadapi tekanan politik. Seperti yang diketahui, pasukan AS di pos terpencil bernama Tower 22 di Yordania telah diserang oleh sebuah drone oleh militan yang didukung Iran. Setelah serangan tersebut, Biden menghadapi tekanan politik untuk menyerang Iran, meskipun dirinya enggan melakukan hal tersebut karena takut memicu perang yang lebih luas. Biden mengatakan Amerika Serikat akan merespons, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Partai Republik menuduh Biden membiarkan pasukan AS menjadi sasaran empuk. Sebagai tanggapan, mereka mengatakan Biden harus menyerang Iran.
Tuduhan AS soal dukungan Iran terhadap milisi yang membunuh tiga pasukan AS, telah dibantah Teheran. Dalam keterangannya, Kementerian Luar Negeri Iran membantah tuduhan tersebut dengan menyebut kelompok militan ini tidak menerima perintah apapun dari Iran. Kanaani mengatakan, tuduhan ini dimotivasi oleh tujuan politik tertentu untuk membalikkan realitas di kawasan dan dipengaruhi oleh pihak ketiga. Misi Iran untuk PBB juga mengatakan Teheran tidak terlibat dengan serangan tersebut.
Perlawanan Islam di Irak, sebuah organisasi payung kelompok bersenjata yang didukung Iran, telah mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Serangan pesawat tak berawak di Tower 22, sebuah pangkalan pendukung logistik, menandai hilangnya nyawa orang Amerika pertama akibat tembakan musuh sejak dimulainya perang di Gaza. Washington menuduh kelompok-kelompok yang didukung Iran melakukan puluhan serangan terhadap instalasi militer AS di Irak dan Suriah sejak dimulainya perang.