Pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi pangan nasional diminta untuk lebih memprioritaskan intensifikasi lahan ketimbang ekstensifikasi atau perluasan lahan dengan membuka lahan pertanian baru yang bisa berdampak pada lingkungan. Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta, dalam keterangannya di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan perlunya memprioritaskan intensifikasi karena kesenjangan produktivitas lahan pertanian yang ada di Pulau Jawa dan di luar Jawa masih sangat lebar.
Desakan peningkatan produktivitas juga karena produktivitas lahan per hektare beberapa komoditas seperti padi dan kedelai beberapa tahun terakhir terus menurun. Penelitian CIPS menunjukkan produktivitas pertanian padi di Jawa mencapai 5,64 ton/hektare atau 23 persen lebih tinggi daripada produktivitas padi di luar Jawa yang hanya mencapai 4,58 ton per hektare. Adapun luas panen padi di luar Jawa mencakup sekitar 50 persen dari luas panen padi nasional, namun kontribusinya pada produksi padi nasional hanya 44 persen. Penelitian juga menjabarkan faktor-faktor yang berkontribusi pada kurang optimalnya produktivitas padi di luar Jawa seperti akses pada irigasi, penggunaan pupuk, dan penerapan pola tanam “jajar legowo” yang mengatur jarak antarbenih.
Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Pertanian, Masyhuri, mengatakan untuk kasus Indonesia, pertanian tidak bisa hanya mengandalkan intensifikasi pertanian, sebab ada laju alih fungsi lahan yang besar setiap tahun yakni sekitar 100 ribu hektare. “Meskipun ada banyak UU yang berusaha menahan laju alih fungsi, tapi kenyataannya alih fungsi terus terjadi. UU harus ditegakkan, tapi ekstensifikasi harus juga dikerjakan,” kata Masyhuri.