Pabrikan otomotif dan ekosistemnya terus mengembangkan baterai mobil listrik, selain Lithium Ferro Phosphate atau LFP, belakangan terdapat Solid Battery yang dinilai lebih berdaya tahan. Pasalnya, LFP dan Solid Battery tak lagi membutuhkan bahan baku nikel sebagai komponen utama. Baterai jenis solid-state untuk mobil listrik disebut memiliki jarak tempuh yang lebih jauh hingga hemat energi dibandingkan jenis lainnya. Berbagai perusahaan mulai dari CATL, Toyota, hingga LG turut mengembangkan teknologi ini.
Dilansir dari Reuters pada Selasa (16/1/2024), perusahaan asal China yakni CATL telah meluncurkan baterai dengan bahan terkondensasi atau sejenis dengan baterai semi-solid. Teknologi ini bahkan diklaim mampu medorong tenaga pesawat listrik. Produksi massal untuk baterai dari CATL sebelumnya disebut bakal mulai pada akhir 2023 lalu, tetapi belum ada informasi lebih lanjut mengenai hal ini. Dari Korea Selatan ada LG Energy Solution yang menyebut bakal mengembangkan baterai solid state berbasis polimer dan sulfida yang masing-masing akan dimulai 2026, dan 2030.
Kemudian ada Samsung SDI yang tengah mengembangkan baterai solid-state tanpa anoda. Merek Korea Selatan ini juga sudah meluncurkan prototipe jelang produksi massal yang dimulai 2027. SK On juga sedang mengembangkan dua jenis sel solid-state, yakni baterai komposit oksida molekul tinggi, dan berbasis sulfida untuk menciptakan prototipe pada 2026 dan mulai dijual 2028. Para pabrikan asal Jepang juga tidak ketinggalan. Toyota mengklaim telah menemukan teknologi solid-state yang mampu mengatasi masalah dari ketahanan baterai. Produk ini memiliki jarak tempuh 1.000 km dengan pengisian daya 10 menit, dan rencananya dijual pada 2027-2028. Arah pengembangan baterai mobil listrik semakin menjauh dari penggunaan nikel. Sebelumnya terdapat teknologi Lithium Ferro-Phosphate (LFP) yang juga tak lagi membutuhkan nikel. Di Indonesia sendiri, produk yang dipasarkan seperti Wuling Air Ev, Wuling Binguo Ev, hingga BYD memanfaatkan teknologi LFP.