Menteri Pertanian Amran Sulaiman angkat bicara soal syarat wajib tanam impor bawang putih yang bermasalah. Adapun Ombudsman mengatakan sekitar 50% perusahaan yang mendapatkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih sengaja mendirikan perusahaan cangkang untuk menghindari syarat wajib tanam. Adapun wajib tanam sebenarnya menjadi syarat bagi importir untuk Surat Persetujuan Impor (SPI) dari pemerintah. Amran mengakui bahwa syarat wajib tanam tersebut belum memberikan hasil yang optimal untuk swasembada bawang putih. Namun, menurutnya, syarat wajib tanam bawang putih menjadi niatan awal yang baik. Amran berujar, untuk mencapai swasembada bawang putih membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Mentan mengaku akan berkoordinasi dengan Ombudsman untuk menelusuri permasalahan wajib tanam dan memperbaiki efektivitasnya. Sementara itu, Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan, Prihasto Setyanto menyebut, untuk menghapus syarat wajib tanam impor bawang putih maka diperlukan revisi regulasi. Adapun ketentuan wajib tanam diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 39/2019 tentang RIPH. Prihasto mengakui, dari sekitar 400-an perusahaan yang mengajukan RIPH bawang putih, sebanyak 50% tidak menjalankan wajib tanam. Dia mengklaim telah memblokir 50% perusahaan yang tidak taat tersebut dari daftar pemohon RIPH.
Sebelumnya, Ombudsman menilai aturan wajib tanam telah gagal menciptakan swasembada bawang putih di Indonesia. Hal itu terlihat dari jumlah impor yang melebihi dari jumlah yang dibutuhkan. Dari data BPS yang diolah oleh Ombudsman sejak 2018 hingga 2022 terdapat gap yang besar antara realisasi impor dengan kebutuhan impor. Misalnya, pada 2018 kekurangan suplai bawang putih (selisih konsumsi dengan produksi) sebanyak 416.718 ton. Namun, realisasi impor mencapai 586.030 ton. Artinya ada gap antara realisasi impor dengan kebutuhan impor hingga 41%. Begitupun dengan gap pada 2019 sebesar 20%, 2020 sebesar 61%, 2021 sebesar 32%, dan 2022 sebesar 10%.