Pembiayaan Sektor Manufaktur Melorot, Pelaku Industri Tengah Cemas

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkap industri manufaktur masih bergantung erat dengan pembiayaan dalam negeri untuk melakukan ekspansi. Pembiayaan itu kini tercatat menurun, seiring ketidakpastian global serta transisi kepemimpinan politik di Tanah Air. Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan sebanyak 95% pelaku usaha manufaktur bergantung pada sumber pendanaan dalam negeri. Sementara, pendanaan melalui utang luar negeri tidak begitu diandalkan. “Yang lebih penting bagi pelaku usaha adalah akses pembiayaan, ragam instrumen pembiayaan usaha dan affordability beban pembiayaan di dalam negeri, termasuk untuk sektor manufaktur,” kata Shinta kepada Bisnis, Selasa (16/1/2024).

Merujuk pada Survei Permintaan dan Penawaran Pembiayaan Perbankan yang dirilis BI, pada November 2023 terjadi penyusutan kebutuhan pembiayaan korporasi. Hal itu tecermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pembiayaan korporasi yang turun yakni dari 15,7% menjadi 14,9% pada November 2023. Pembiayaan industri pengolahan pun merosot dari 3,1% menjadi 1,8%. Adapun, 2 faktor yang melandasi hal itu adalah penurunan kegiatan operasional karena lemahnya permintaan domestik dan pasar ekspor. Artinya, selain pembiayaan, terdapat faktor lain yang dapat mendorong ekspansi manufaktur seperti faktor pertumbuhan permintaan pasar dan persepsi kepastian terhadap iklim usaha atau investasi di sektor manufaktur.

Dalam hal ini, Shinta tak menampik munculnya persepsi ketidakpastian di kalangan pelaku usaha sektor riil terhadap iklim usaha Indonesia. Hal ini didorong transisi kepemimpinan dalam waktu dekat. “Sehingga kecenderungan wait and see untuk ekspansi usaha menjadi lebih tinggi,” imbuhnya.

Search