Menurut ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky, tantangan dan risiko yang dihadapi perekonomian Indonesia pada 2024 dinilai akan lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Ketidakpastian ekonomi dan geopolitik dunia dapat memengaruhi kinerja perekonomian dalam negeri. Itu juga dibarengi dengan ketidakpastian imbas transisi politik di Tanah Air yang dapat mengganggu kinerja investasi. Faktor eksternal seperti ketidakpastian , pelemahan permintaan pasar global, hingga peningkatan tensi geopolitik dunia disebut bakal menjadi faktor eksternal yang sulit untuk dikontrol oleh Pemerintah Indonesia.
Sementara dari sisi domestik, masalah stabilitas ekonomi di masa transisi politik dan stabilitas harga pangan menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Karenanya, upaya untuk menjaga stabilitas perekonomian di dalam negeri menjadi mutlak dilakukan oleh pengambil kebijakan. Pemerintah juga diharapkan cermat melihat peluang yang ada. Salah satunya adalah potensi dampak positif penyelenggaraan pemilu terhadap perekonomian. Itu menurut Riefky sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis oleh Bank Dunia baru-baru ini. Lembaga internasional tersebut memperkirakan akan tumbuh melambat tahun ini di angka 4,9 persen, lebih rendah dari prakiraan pertumbuhan 2023 sebesar 5,0 persen. Ramalan Bank Dunia itu juga berada di bawah target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah di angka 5,2 persen. Dalam laporan Global Economics Prospect (GEP), Bank Dunia menyebutkan pelemahan ekonomi Indonesia itu sejalan dengan pelambatan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik yang turut mewarnai pelambatan ekonomi global. Pelambatan ekonomi Tiongkok menjadi satu dari sekian banyak faktor pelambatan ekonomi tersebut.