Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Kamis (4/1/2024) mengungkap rencananya soal pemerintahan Jalur Gaza pascaperang. Dia mengatakan, bahwa baik Hamas maupun Israel tidak akan memerintah wilayah tersebut setelah pertempuran di sana berakhir. Gallant mengungkapkan garis besar rencananya itu kepada awak media di Tel Aviv sebelum menyerahkannya ke Kabinet Perang yang digagas oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Pandangan anggota Kabinet Perang Israel sendiri dilaporkan telah terpecah mengenai masa depan Jalur Gaza setelah penggulingan Hamas. Berdasarkan rencana tersebut, perang Israel di wilayah tersebut akan berlanjut sampai mereka berhasil mengamankan kembalinya para sandera yang diculik pada tanggal 7 Oktober, membongkar “kemampuan militer dan pemerintahan” Hamas, dan menghilangkan segala ancaman militer yang tersisa. Setelah itu, garis besar rencana Gallant mengatakan, sebuah fase baru akan dimulai di mana Hamas tidak akan mengendalikan Gaza dan tidak akan menimbulkan ancaman keamanan bagi warga Israel. Sebagai gantinya, badan-badan Palestina yang tidak disebutkan namanya akan mengambil alih pemerintahan wilayah tersebut.
Rencana yang ditawarkan Gallant itu berseberangan dengan gagasan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir. Sebelumnya, Ben-Gvir pada Senin (1/1/2024) menyerukan agar pemukim Israel kembali ke wilayah tersebut setelah perang, dan meminta “solusi untuk mendorong emigrasi” penduduk Palestina di Gaza. Seruan tersebut sendiri telah menuai kecaman dari negara-negara Arab, serta sekutu utamanya Amerika Serikat. “Penduduk Gaza adalah warga Palestina, oleh karena itu badan-badan Palestina akan bertanggung jawab, dengan syarat tidak akan ada tindakan permusuhan atau ancaman terhadap Negara Israel,” ungkap garis besar rencana Gallant. Washington telah menyarankan agar Gaza diperintah oleh Otoritas Palestina yang “direvitalisasi”, yang berbasis di Tepi Barat yang diduduki.