Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan nasib rencana merger atau penggabungan PT Angkasa Pura I (AP I) dan PT Angkasa Pura II (AP II). “Mengenai (merger) Angkasa Pura, memang ini rencana perlu tiga bulan. Tahun ini sudah ada penjajakan awal,” ungkap Erick dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, Senin (4/12). Erick mengatakan pihaknya kudu berhati-hati dalam proses merger ini. Ia tak sudi terjebak stigma soal bandara harus punya visual ciamik jika dilihat dari luar saja. Menurutnya, industri airport di dunia sudah berubah. Oleh karena itu, Erick ingin mengedepankan fasilitas dan kenyamanan yang ada di dalam bandara, bukan hanya sekadar tampilan luarnya. “Tentu konsolidasi (AP I dan AP II) ini mencoba remapping, membangun airport-airport tujuan wisata, seperti Bali yang saya rasa sudah berubah. Tapi di Jakarta belum berubah, padahal traffic tinggi,” jelasnya. “Dan beberapa daerah airport-nya tidak perlu seperti Bali dan Jakarta, hanya fasilitas pendukung saja, tidak perlu bermewah-mewahan. Jadi, investasi di airport kita bisa sizeable sesuai target market,” tegas Erick.
Ia juga mengeluhkan soal banyaknya bandara berskala internasional di Indonesia. Menurutnya, ini menjadi salah satu biang keladi lambatnya pemulihan pariwisata Indonesia. Erick mengaku sudah berkomunikasi dengan Kementerian Perhubungan terkait banyaknya bandara berskala internasional di tanah air tersebut. Kendati, ia tidak menegaskan apakah nantinya setelah merger AP I dan AP II akan ada pengurangan bandara internasional. “Kami dorong pada Kementerian Perhubungan juga, dengan banyaknya airport yang terbuka seperti hari ini semuanya internasional, terbukti recovery industri pariwisata kita dibandingkan banyak negara lain lebih lambat. Karena lebih banyak keluar daripada masuk, aksesnya terlalu mudah. Benchmarking dengan AS, China, dan Jepang itu airport-nya tidak sebanyak kita,” tutur Erick.