Bank Indonesia (BI) diminta melanjutkan menaikkan suku bunga acuan BI7 days Reverse Repo Rate karena dinilai hal itu akan memulihkan diferensial imbal hasil surat utang (obligasi) yang sudah turun relatif tajam akibat kenaikan imbal hasil US Treasury. Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, dalam konferensi pers “Economic Outlook & Pemaparan Kinerja Keuangan Citi Indonesia Kuartal III-2023” di Jakarta, baru-baru ini, mengatakan kondisi keseimbangan pasar valuta asing (valas) di Indonesia terpengaruh akibat level suku bunga Amerika Serikat (AS) yang meningkat cukup tajam dibandingkan sebelumnya.
“Dalam hemat kami, kenaikan suku bunga BI ini tujuannya adalah untuk merestorasi terutama diferensial imbal hasil obligasi yang turun tajam akibat kenaikan imbal hasil US treasury,” kata Helmi. Peningkatan itu berdampak pada arus dana keluar dari para pelaku dalam negeri (residen), salah satunya pembayaran utang luar negeri dari korporasi-korporasi domestik. “Banyak perusahaan memilih membayar utang luar negeri dan sebagian dibiayai kembali melalui pinjaman domestik,” katanya seperti dikutip dari Antara.
Selain itu, sumber tekanan bagi neraca pembayaran juga berasal dari arus modal keluar investor asing dalam beberapa bulan terakhir yang terjadi di saat imbal hasil bunga obligasi Amerika meningkat. Setelah menaikkan suku bunga acuan, Helmi berharap BI melanjutkan kenaikan suku bunga lebih besar untuk operasi pasar terbuka yang berjangka waktu lebih panjang (6, 9, dan 12 bulan) dibandingkan sebelumnya sebesar 25 basis poin. “Ini akan merestorasi imbal hasil obligasi yang turun tajam dalam beberapa bulan terakhir,” katanya.