Marak Penipuan APK Lewat WhatsApp, Regulator Perlu Bertindak

Trend penipuan dan peretasan menggunakan layanan WhatsApp terus mengalami peningkatan. Kerugian finansial yang dialami per kejadian nilainya mencapai miliaran rupiah. Modus yang dipergunakan pelaku dengan mengirimkan pesan melalui WhatsApp dengan melampirkan Android Package Kit (APK) file format. Pelaku meminta korbannya untuk mengunduh file APK yang dikirim melalui WhatsApp. Setelah mengklik dan mengunduh file tersebut rekening Baim Wong dikuras oleh pelaku.

Dr Ir Agung Harsoyo MSc, MEng, anggota BRTI periode2015-2018 , prihatin dengan maraknya pelaku tindak pidana penipuan dan peretasan yang menggunakan layanan WhatsApp. Maraknya penipuan dan peretasan melalui WhatsApp dikarenakan aturan layanan over the top (OTT) sebatas UU ITE. Dalam UU ITE para penyelenggara layanan OTT hanya diwajibkan mendaftarkan layanannya sehingga tidak ada kewajiban bagi WhatsApp untuk menerapkan aturan Know Your Customer (KYC). Kewajiban KYC di industry telekomunikasi hanya diberlakukan bagi operator telekomunikasi. WhatsApp, Telegram, Facebook dan berbagai layanan OTT yang beroperasi di Indonesia tidak ada kewajiban KYC.

Secara teknis, WhatsApp tidak melekatkan akun penggunanya ke perangkat. Oleh karena itu, satu akun WhatsApp dapat dibuka secara bersamaan di beberapa perangkat. Hal ini menjadi celah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab seperti hacker dan para pelaku tindak kejahatan digital untuk membuka akun WhatsApp korban tanpa diketahui. Saat ini regulasi yang diberlakukan di industri telekomunikasi menggunakan UU no 36/1999 tentang Telekomunikasi. Sedangkan regulasi yang dipergunakan OTT adalah UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Agar dapat menekan pelaku tindak pidana melalui WhatsApp, menurut Agung pemerintah harus membuat aturan yang jelas mengenai kriteria layanan OTT.

“WhatsApp juga memiliki fitur end-to-end encryption yang dicitrakan untuk menjaga kerahasiaan komunikasi pengguna. Pada kenyataannya fitur ini menghalangi aparat penegak hukum untuk melakukan tugasnya, termasuk mengidentifikasi tindak penipuan dan peretasan. Hal ini telah menjadikan WhatsApp sebagai tempat subur untuk tumbuhnya berbagai bentuk tindak kejahatan. Pipa telekomunikasi yang dikelola WhatsApp dapat menyengsarakan masyarakat. Pemerintah seharusnya dapat segera bertindak. Regulator di sektor keuangan misalnya perlu mencegah penggunaan fitur WhatsApp dalam promosi, notifikasi, maupun otentifikasi karena risikonya terlalu tinggi, sembari Kominfo membuat aturan pengawasan terhadap OTT yang lebih ketat,” tutup Agung.

Search