Waspada Utang Korporasi Akibat Tren Suku Bunga Tinggi

Bank Indonesia (BI) memperkirakan, suku bunga kebijakan global masih akan berada dalam tren tinggi dengan waktu yang lebih lama dari perkiraan (higher for longer). Dalam Buku Kajian Stabilitas Keuangan yang diluncurkan Oktober 2023, tren suku bunga tersebut diyakini memberi risiko terhadap utang luar negeri (ULN) korporasi. Hanya saja, BI menegaskan risiko ULN korporasi tersebut akan terbatas. Ini mengingat, jenis suku bunga mayoritas ULN masih didominasi oleh suku bunga tetap (fixed rate). Adapun bila menilik data BI dalam laporan tersebut, pada tahun 2023, nominal ULN dengan suku bunga floating sebesar US$ 6.600 miliar. Sedangkan sekitar US$ 8.000 miliar berada dalam suku bunga tetap.

Kemudian pada tahun 2024, ULN dengan suku bunga floating sekitar US$ 3.710 miliar, dengan ULN berdasarkan jenis suku bunga tetap ada di kisaran US$ 6.000 miliar. Selain itu, risiko tetap terjaga juga sejalan dengan tren penurunan ULN korporasi per produk domestik bruto (PDB) pada semester I-2023, bila dibandingkan dengan 2022. ULN korporasi pada akhir semester I-2023 tercatat 23,39% PDB. Ini lebih rendah dari 24,05% pada tahun 2022 dan 27,92% PDB pada akhir 2021. ULN korporasi pada akhir paruh pertama tahun ini juga turun 5,13% YoY, bahkan lebih dalam dari penurunan pada akhir 2022 yang sebesar 1,57% YoY. Meski demikian, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mewanti-wanti risiko ULN korporasi tetap perlu diwaspadai. Risikonya memang suku bunga lebih tinggi, akan memberi beban baru. Untuk memitigasi risiko tersebut, David menyarankan korporasi melakukan lindung nilai (hedging). Mengingat, saat ini satu yang menjadi perhatian adalah ada korporasi yang memiliki pendapatan rupiah, tetapi mencatat utang dalam valuta asing.

Search