Pasar minyak dan gas bersiap menghadapi minggu perdagangan yang bergejolak setelah Israel memulai invasi darat ke Gaza. Risiko terbesar terhadap harga minyak mentah setelah invasi adalah adanya eskalasi terhadap kekuatan regional lainnya. Timur Tengah memasok sekitar sepertiga minyak dunia. Sedangkan Iran, yang mendukung Hamas dan kelompok militan regional lainnya, mengatakan pada akhir pekan bahwa serangan tersebut mungkin mendorong semua pihak untuk mengambil tindakan.
Pada Jumat (27/10/2023), West Texas Intermediate melonjak sebanyak 3,2% hingga diperdagangkan di atas $85 per barel. Namun, harga tersebut masih berada di bawah titik tertinggi sejak konflik terjadi, tepat di atas US$90, karena sejauh ini belum ada dampak nyata terhadap pasokan global. “Kekhawatiran bahwa perang dapat meluas ke konflik regional yang lebih luas sehingga berpotensi mengganggu pasokan minyak memang meningkatkan risiko terhadap harga minyak,” kata Giovanni Staunovo, analis komoditas di UBS Group AG, dikutip dari Bloomberg, Senin (30/10/2023).
Berbeda dengan pasokan minyak, pasar gas telah mengalami dampak produksi. Ladang gas Tamar ditutup oleh Israel setelah serangan Hamas awal bulan ini, dan meskipun sebagian diimbangi oleh peningkatan produksi di ladang gas Leviathan yang terletak di dekatnya, hal ini terus menggarisbawahi beberapa risiko terhadap pasokan regional di kedua pasar tersebut. Mesir, yang mengimpor gas dari Israel, mengatakan bahwa impor telah turun hingga nol. Ancaman eskalasi lebih lanjut juga masih ada. Iran menindaklanjuti seruan sebelumnya untuk melakukan embargo minyak terhadap Israel.