Beban Bunga Utang Berpotensi Membengkak, Ini Penyebabnya

Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 6% pada pekan lalu. Kenaikan suku bunga acuan tersebut, seiring dengan kenaikan suku bunga acuan negara-negara di dunia, termasuk bank sentral Amerika Serikat (AS), di tengah ketidakpastian global yang mengancam pasar keuangan. BI juga menyebut, tren suku bunga tinggi yang ada di dunia mungkin akan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya (higher for longer).

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengingatkan, tren suku bunga tinggi yang terjadi akan memberi dampak pada pembayaran bunga utang. “Memang utang luar negeri baru-baru ini turun baik pemerintah maupun swasta. Namun, pembayaran bunga utang akan naik,” tegas David. David juga mewanti-wanti, membengkaknya beban bunga utang akan berdampak pada neraca transaksi berjalan. Pasalnya, “pembayaran bunga utang masuk ke dalam perhitungan neraca jasa, yang juga masuk ke perhitungan neraca transaksi berjalan,” jelas David. Dari perhitungan David, neraca transaksi berjalan pada tahun ini akan mencetak defisit dilevel 0,2% PDB. Namun, kata David, potensi bengkaknya bunga utang bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan defisit transaksi berjalan. Penyebab utama defisit transaksi berjalan justru alasan positif, yaitu roda ekonomi yang berputar akibat pemulihan ekonomi. Dengan potensi bunga utang yang membengkak akibat tren suku bunga tinggi, David menyarankan pemerintah perlu diversifikasi sumber pembiayaan dan mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri.

Search