Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengakui kecanggihan dan intensitas serangan siber mengganggu stabilitas sistem keuangan tanah air. “Insiden-insiden siber terus mengalami peningkatan, baik dari sisi frekuensi, tingkat kejadian, maupun dari sisi kecanggihan dalam serangannya,” kata Juda dalam Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) Nomor 41 di Solo, Jawa Tengah, Senin (23/10). “Keberhasilan serangan siber pada infrastruktur sistem keuangan yang terus terjadi tentu saja pada gilirannya bisa menyebabkan menurunnya kepercayaan pada sistem keuangan kita dan terganggunya sistem layanan keuangan kita,” sambungnya.
Akan tetapi, Juda mengatakan serangan siber tidak hanya terjadi di Indonesia. Ia mengungkapkan negara-negara di Asia Tenggara (Asean) juga mengalami nasib serupa. Juda mengklaim hal tersebut usai bertemu dengan deputi gubernur bank-bank sentral Asean di Bali pada beberapa waktu lalu. Ia menyebut para pejabat bank sentral di Asia Tenggara kini sedang sama-sama berupaya melakukan penguatan keamanan siber. Ia menegaskan kelancaran penyelenggaraan sistem pembayaran dan keamanan data sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat. “Saat ini kami sedang memformulasikan kebijakan ketahanan dan keamanan siber atau KKS yang bersifat end to end, mulai dari bagaimana tata kelola ketahanan siber di industri, langkah prevensi, langkah resolusi jika terjadi serangan, dan termasuk mekanisme koordinasi BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ungkapnya.